Semandiri ketidakberdayaanku, kau dan mereka
Membingungkan.
Tanpa jejak, tanpa basa-basi tapi tetap dengan salam. Ia datang sedikit
terlambat memang. Oh tidak... kurasa tidak hanya sedikit lumayan banyak.
Maklum. Tapi, tak akan semudah itu kumaklumi karena dia kan hanya tinggal
beberapa kilometer dari sekolah ini, di dalam kota. Sedangkan aku sejak pagi
tadi saat pagi juga masih buta akan huruf, kata atau warna bapakku sudah
mengantarku kesini. Dan kau tentu sudah bisa menebak sangat dingin saat itu.
Dingin.
Dingin akan hati yang mulai akan berpisah dengan hangatnya kasih seorang ibu
yang tentu akan sangat lama lagi, tak mudah dan tak akan pernah mudah. Gerutu
dalam hati tentu tak dapat kubendung. Kalau saja kutahu dia akan terlambat
tentu akan kusempatkan untuk sarapan bersama kedua orangtuaku. Dasar.
Tapi,
asal kau tahu beberapa menit kemudian gerutu itu harus segera kusingkirkan
karena teman-temanku yang lain jauh lebih memalukan. Mereka tidak sadar.
Hello...! kalian masih berstatus siswa seenaknya saja terlambat. Sedang kami
setia menanti sang pendidik, tentu bukan untuk menantimu. Dan terus kulanjut
gerutuku dalam hati.
Ahh...
aku tahu pasti kalian akan beralasan “ Guru kencing berdiri, siswa kencing
berlari” Ahh sudahlah itu pepatah lama. Kalau kalian mau berpepatah buatlah
sendiri dan lebih kreatiflah sedikit, siswa negeri.
Sudahlah
kita lupakan saja keterlambatan ia dan mereka. Karena bagaimanapun kondisinya tetap
saja dengan tenang sang pendidik duduk di hadapan kita semua. Beerceloteh bla-bla-bla-bla yang akhirnya kumengerti
sebagai sebuah perintah.
Ia
ingin kami untuk mencari sebuah tabel atau grafik dan bertema pendidikan.
Haa... untuk apa lagi? Untuk mempertontonkan betapa bobroknya didik-mendidik
negeri ini. Entahlah itu bukan urusanku, urusannya. Namun kutahu beberapa menit
kemudian urusannya akan menjadi urusanku.
Kuikuti
instruksinya sebagai murid yang senantiasa patuh dan taat. Dan kali ini aku
memilih sebuah tabel saja, oh tidak bukan memilih tapi dipilihkan oleh
pasanganku saat itu, kau bisa menyebutnya partner belajar. Tidak hanya cukup
sampai disitu sebuah tabel akhirnya tertera manis di buku catatan + tugas + curhatan
dan hal-hal riskan lainnya.
Kupandangi
dari dekat. Ahh... terlalu banyak angka, membosankan. Angka tertera dari kolom
kedua hingga kolom paling akhir. Namun sebelum tabel membosankan itu
menyergapku sebuah judul menggiring bola mataku untuk cepat-cepat berkoordinasi
dengan otakku dan terbacalah “ Banyaknya sekolah & guru (MA) tahun
2013/2014. ” Kuhitung dalam hati. Oh
ternyata sudah 3 tahun yang lalu, jadul.
Buat apa data seperti itu tetap disimpan kan sudah kuno. Paling juga
sudah banyak yang berubah dan sudah cukup membuatku tak peduli.
Namun
kau tahu hal yang membuatku lebih merasa jengkel? Pendidikan. Dalam pendidikan walaupun kau
tidak menginginkan suatu hal tapi tetap saja harus dilakukan. Pendidikan tidak
mengerti bahwa kita ingin tahu apa yang memang sungguh-sungguh kita inginkan.
Dan untuk yang satu ini aku jelas-jelas tak ingin tapi sudahlah pendidikan
hanya benda mati dan tak dapat aku mengeluh dengannya.
Dan
kembali lagi ke tabel itu. Kuturunkan sedikit pandanganku ke kolom pertama
baris pertama yang tertera “Kabupaten/Kota” dan secara otomatis turut menarik
perhatianku. Dalam hati aku kembali bergumam mungkin saja nama kabupatenku ada
untuk setidaknya sedikit menghibur hati.
Kupandangi
lekat-lekat dari atas hingga kebawah dan keatas lagi. Mengecewakan. Semuanya
terbaca asing sekali kecuali “Palangkaraya” yang terletak terbawah dan
terasingkan. Tapi, sepertinya hanya itu yang pernah menumpang lintasan di
telingaku. Dan sisanya apa benar-benar berada di Indonesia? Entahlah.
Dan
jangan pernah kau katakan aku bodoh karena kau sendiri bagaimana. Apa kau
pernah mengunjungi atau minimal mendengar tempat-tempat seperti Kapuas,
Seruyan, Katingan, Gunung Mas ataupun Pulang Pisau? Tentunya sebelum aku
sendiri yang menyebutkannya untukmu. Jika kau jawab kau pernah aku akui kau
memang betul-betul hebat. Tapi, jangan-jangan diam-diam kau berasal dari salah
satu Kabupaten itu atau kau pernah mendengar banyak cerita tentang
tempat-tempat itu. Terserahlah. Namun jika kau jawab tidak pernah berarti kita sama bodohnya.
Sudah
cukup untuk membahas tempat-tempat itu
karena mungkin saja mereka berasal dari belahan Indonesia yang lain yang tidak
pernah aku dan kau ketahui. Sekarang kita akan bergeser sedikit ke kanan ke kolom
berjudul “sekolah” yang beranak-pinak menjadi negeri dan swasta.
Pada
bagian ini khususnya bagian negeri terlihat cukup menarik karena kau bisa melihat
deretan angka cantik berupa angka 1 secara berturut-turut dari kotawaringin
barat yang terletak paling atas hingga lamandau yang bertengger di posisi
ketujuh. Jadi, Kotawaringin timur, Kapuas, Barito selatan, Barito utara dan
sukamara turut kompak bersama kedua kota tadi. Jadi, hanya ada 1 sekolah MA
Negeri di kabupaten/kota-kota itu. Apakah itu jumlah yang sedikit? Entahlah itu
tergantung seberapa luas daerah itu dan seberapa banyak anak yang ingin sekolah
di daerah itu.
Lalu
kupandangi lagi baris selanjutnya. Tidak terlalu menarik hanya 3 ragam. Nol
sekolah negeri di Seruyan, 1 sekolah di Katingan, 2 sekolah di Pulang Pisau,
nol lagi sekolah di Gunung Mas, dan 1 untuk di Barito Timur, Murung raya dan
Palangkaraya. Apakah orang-orang disana sangat menyukai angka-angka biner?
Lalu
di kolom “Swasta” angka lebih beragam dengan jumlah yang lebih banyak. Ternyata
selain penyuka angka biner orang-orang di Kabupaten/Kota disana juga adalah
orang-orang yang mandiri dan tak bergantung pada pemerintah. Mereka hebat ya?
Tak semanja orang-orang di tengah kota yang manja tapi tanpa kejelasan.
Kau
mungkin ingin tahu seberapa banyak sekolah-sekolah swasta disana. Kalau begitu
duduk, tenang, diam dan bacalah dengan seksama. Ada 4 sekolah swasta di
Kotawaringin Barat, 5 sekolah di Kotawaringin Timur, 19 sekolah di Kapuas, 9
sekolah di Barito Selatan, 1 sekolah di Barito Utara, 1 sekolah di Sukamara.
Apakah kau sudah bosan membacanya? Janganlah bosan dulu itu baru juga separuh
dari totalnya.
Akan
ku lanjutkan. 1 sekolah di Lamandau, 2 sekolah di Seruyan, 3 sekolah di
Katingan, 2 sekolah di Pulang Pisau, nol di Gunung Mas, 2 di Barito Timur, nol
di Murung Raya dan 2 di Palangkaraya.
Membosankan
bukan? Jika kau harus membaca data-data yang tak kau tahu kenapa harus dan
kenapa kau yang harus membacanya. Tapi, sudahlah jangan terlalu kau pikirkan
karena setidaknya hingga sekarang aku mampu menceritakannya untukmu berarti aku
masih percaya tak ada yang berlalu sia-sia.
Dan
kau tahu apa yang kudapat dari tabel membosankan itu? Sebuah pertanyaan,
sebenarnya bukan sebuah tapi beberapa. Apakah memang masyarakat disana sangat
mandiri hingga memutuskan untuk mendirikan sekolah swasta lebih banyak dan
lebih banyak lagi? Ataukah mereka terlalu malu jika pemerintah harus datang
kepada mereka dan memberi bantuan berupa sekolah berlabel pemerintah? Ataukah
justru pemerintah kini yang bertabiat sangat pemalu?
Entahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar