Pinrang, 21
Desember 2015
Yth. Bapak Agus Rahardjo, ketua KPK
di Tempat
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Aku memohon, bacalah surat ini
hingga habis!
Aku tahu, Bapak tiada kenal aku, dan
mohon maaf aku mengirimkan surat ini. Maksud aku, kiranya meluangkan waktu,
datang ke sekolah kami untuk memberitakan, pendidikan korupsi adalah kegagalan
sejarah yang pernah terjadi di negeri ini. Kalau pun tidak datang, balaslah
surat ini agar pendidikan korupsi menjadi terang-bendarang untuk lampu ilmu
kami.
Bacalah Pak! Bacalah terus surat
aku ini!
Mengapa
aku katakan pendidikan korupsi adalah kegagalan sejarah? Aku ada jawabannya,
dan ada pertanyaan akan muncul dari jawaban itu.
Pak,
aku sungguh tololkah, atau sejarahkah yang salah sehingga ada pendidikan
korupsi itu? Tabik Bapak, aku menerima pertanyaan seperti ini? Salah satu bagian dari korupsi, dimana para
pelaku memberikan hadiah berupa uang, tanah, mobil, rumah atau aset lainnya
tanpa alasan yang jelas/atau hanya sebagai hadiah disebut.... Dan pilihan
jawaban dari itu, yaitu a. Verifikasi/ b.
Intonasi/ c. Gratifikasi/ dan d. Geritrifikasi
Bagi aku yang rada remaja, buat apa pertanyaan ini muncul
di mata pelajaran kami, ketika k ami belum paham itu korupsi. Buat apa kami
diajari korupsi ketika remaja seperti aku belum mengenal uang, harga, atau kedudukan.
Buat apa coba?
Bapak!
Kami sudah padat, dan sungguh berat
materi pelajaran kami. Ada empat belas lo
mata pelajaran kami. Tahu waktu belajar kami? Ada dua belas jam bapak dalam
sehari. Beratkan? Dan, semua menjadi berat karena kami dipandang sebagai
harapan bangsa, dan bangsa menatap harapan kepada kami. Karena itu, kami seolah
pasukan yang harus dipersiapkan sebaiknya di masa mendatang. Berat dan pusing
bagi kami.
Bapak! Tolong lanjutkan
mendengar keluh-kesah aku
Sebenarnya
apa memang perlu semua mata pelajaran itu? Kalau iya, ya sudah. Tapi, aku sendiri
sebagai pelajar sangat menyadari ketidakmampuanku. Aku hanya sekedar mengikuti semua
pelajaran itu, sekedar itu.
Bapak!
Kalau
Bapak beralasan bahwa tidak harus semuanya. Lantas untuk apa mereka semua ada?
Tabik Bapak tapi apakah aku yang terlalu tolol
untuk mengikuti sistem Pendidikan di negara ini? Tapi, setahuku di negara
lain pun yang maju para pelajarnya pun tidak menguasai semua mata pelajaran itu
pak? Tapi nyatanya sampai generasi berapapun mereka tetap saja dikenal sebagai
negara yang berhasil.
Bapak,
pernah ada temanku yang tidak hanya satu orang, lebih pak. Dan tidak hanya
sekali juga lebih. Mereka mempertanyakan “ Apa sih sebenarnya kegunaan Fisika
dalam kehidupan sehari-hari? atau “ Kimia itu dalam kehidupan sehari-hari buat
apa ya? Tidak hanya 2 pertanyaan seperti
itu, banyak. Tapi mirip-mirip lah Pa k.
Dari pertanyaan mereka, rasanya selama belajar dari TK
sampai SMA sekarang, tidak mereka tidak dapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka
ingin pelajaran yang berguna bagi hidupnya sehari-hari dan untuk pergaulan di
masyarakat, begitu juga dengan aku pak.
Bukannya kami mengatakan pelajaran itu tidak penting,
tidak sama sekali pak. Malah jika pelajaran-pelajaran itu dihapuskan akan
terjadi demo dimana-mana oleh para pelajar penggilanya, dan mungkin juga aku.
Tapi, aku juga menyadari satu hal pak. Kami butuh ajaran
moral yang membuat kami dapat berkontribusi besar di masyarakat, bukan hanya
teori. Yang aku sendiri tak bisa jamin, mungkin satu minggu, satu bulan atau
tidak cukup satu tahun aku sudah akan lupa.
Kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan nilai-nilai luhur
lainnya kami haus akan itu lho pak.
Seingatku hanya saat SD saya diperkenalkan itu semua. Sudah lupa lah pasti. Bapak mungkin akan berkata kalian selalu saja pakai
alasan lupa. Tapi memang, terlalu banyak pak yang harus kami pikirkan, terutama
materi pelajaran yang terus saja selalu dihapal dan dihapal.
Jadi, tentu tak salah pak. Bila hanya orang-orang pintar,
cerdas atau bagaimanapun mereka menyebutnya terus-menerus diproduksi di negeri
ini. Namun tetap saja kasus-kasus kriminal juga ikut terproduksi. Karena yang
kita atau lebih tepatnya yang mereka produksi hanyalah robot-robot cerdas ahli
kriminal, bukan pemimpin masa depan.
Bapak!
Apa mungkin saya
dan teman-teman disini juga akan menjadi salah satu robot itu? Kalau iya, saya lebih
memilih untuk men jadi orang dungu saja
selamanya, aku menolak cerdas pak.
Dan
tentang kasus kriminal sebenarnya aku tidak banyak tahu sih pak. hanya definisi dangkal saja yang aku dapat selama 10 tahun
menghapal segala macam pelajaran yang kini tak karuan. Jadi, kalau bapak memang
memutuskan datang ke sekolahku. Tolong bapak juga jelaskan apa sebenarnya yang
membuat ka sus kriminal itu banyak? Atau apakah memang setiap manusia
diciptakan untuk menjadi seorang kriminal? Jadi bapak juga dan aku juga?
Kalau begitu, kita semua pantas dipenjara pak? Kalau bagi
para pejabat-pejabat seperti teman bapak mungkin tak akan terlalu khawatir, kan
katanya hukum dapat dibeli. Mungkin tak akan terlalu mahal bagi orang-orang
seperti bapak. Tinggal “mentraktir” hakim dan kawan-kawannya saja.
Kontras dengan para “rakyat jelata” jangankan mentraktir
hakim, untuk makan saja tidak ada. Baru-baru ini aku juga tertarik pada
beberapa kasus tidak biasa. Aku tidak habis pikir mengapa mencuri pisang dituntut
7 tahun penjara, atau mencuri sandal jepit 5 tahun penjara. Sedangkan korupsi
hanya diganjar 1,5 tahun? Memangnya pisang atau sandal jepit lebih berharga
dibanding negaradan embel-embelnya pak?
Aku
akui memang pada saat itu bapak belum menjadi ketua KPK. Tapi, tentu bapak
banyak mengerti tentang kasus diatas kan pak? aku juga punya pandangan yang
sangat sederhana bahwa itu hanya karena para koruptor dan para penegak hukum
“bersahabat” berlandaskan materi.
Dan karena para penegak hukum sahabat yang baik tentu tak
akan tega melihat sahabatnya menggigil oleh dinginnya penjara, sahabat sejati
ya pak? Tapi matrealistis.
Bapak tahu matrealistis kan? Kata orang matrealistis
itu penting pak. Jadi kalau begitu, lagi-lagi para sahabat yang punya sahabat
itu tidak bersalah? Pantas saja selalu dilepas. Lantas di masa depan, saya juga
harus memilih menjadi koruptor saja menjadi salah satu bagian dari orang matre
itu?
Berarti
orang-orang seperti Bapak tak lagi diperlukan. Padahal sebelumnya, aku sangat
mengagumi orang-orang seperti Bapak. Bahkan cita-cita untuk menjadi seorang
ketua KPK terus aku dengungkan dulu pada teman sejawat. Sekarang pun masih ada,
sedikit. Tak sebesar rasa kecewaku pada orang-orang yang kukira baik pada neg eri ini.
Bapak,
karena dasar itu tolong selamatkan setidaknya aku dan teman-temanku yang berada
di kabupaten kecil ini! Datanglah ke sekolah kami, buat kami kembali ingat dan
kembali menjadi putra/putri negeri yang bangga akan negerinya sendiri.
Salam
kerinduan Patriotisme, pak.
Wassalamu
Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang tenggelam
dalam tanya
Atifatul Qalbi
Kadir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar