Selasa, 02 Februari 2016

Bismillahirrahmaanirrahim. Postingan pertama. Memulai lebih baik daripada tidak sama sekali

Pinrang, 21 Desember 2015

Yth. Bapak Agus Rahardjo, ketua KPK
di Tempat

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Aku memohon, bacalah surat ini hingga habis!
            Aku tahu, Bapak tiada kenal aku, dan mohon maaf aku mengirimkan surat ini. Maksud aku, kiranya meluangkan waktu, datang ke sekolah kami untuk memberitakan, pendidikan korupsi adalah kegagalan sejarah yang pernah terjadi di negeri ini. Kalau pun tidak datang, balaslah surat ini agar pendidikan korupsi menjadi terang-bendarang untuk lampu ilmu kami.

Bacalah Pak! Bacalah terus surat aku ini!
Mengapa aku katakan pendidikan korupsi adalah kegagalan sejarah? Aku ada jawabannya, dan ada pertanyaan akan muncul dari jawaban itu.
Pak, aku sungguh tololkah, atau sejarahkah yang salah sehingga ada pendidikan korupsi itu? Tabik Bapak, aku menerima pertanyaan seperti ini? Salah satu bagian dari korupsi, dimana para pelaku memberikan hadiah berupa uang, tanah, mobil, rumah atau aset lainnya tanpa alasan yang jelas/atau hanya sebagai hadiah disebut.... Dan pilihan jawaban dari itu, yaitu a. Verifikasi/ b. Intonasi/ c. Gratifikasi/ dan d. Geritrifikasi
            Bagi aku yang rada remaja, buat apa pertanyaan ini muncul di mata pelajaran kami, ketika k ami belum paham itu korupsi. Buat apa kami diajari korupsi ketika remaja seperti aku  belum mengenal uang, harga, atau kedudukan. Buat apa coba?
Bapak!
            Kami sudah padat, dan sungguh berat materi pelajaran kami. Ada empat belas lo mata pelajaran kami. Tahu waktu belajar kami? Ada dua belas jam bapak dalam sehari. Beratkan? Dan, semua menjadi berat karena kami dipandang sebagai harapan bangsa, dan bangsa menatap harapan kepada kami. Karena itu, kami seolah pasukan yang harus dipersiapkan sebaiknya di masa mendatang. Berat dan pusing bagi kami.

Bapak! Tolong lanjutkan mendengar keluh-kesah aku
            Sebenarnya apa memang perlu semua mata pelajaran itu? Kalau iya, ya sudah. Tapi, aku sendiri sebagai pelajar sangat menyadari ketidakmampuanku. Aku hanya sekedar mengikuti semua pelajaran itu, sekedar itu.
Bapak!
Kalau Bapak beralasan bahwa tidak harus semuanya. Lantas untuk apa mereka semua ada? Tabik Bapak tapi apakah aku yang terlalu tolol untuk mengikuti sistem Pendidikan di negara ini? Tapi, setahuku di negara lain pun yang maju para pelajarnya pun tidak menguasai semua mata pelajaran itu pak? Tapi nyatanya sampai generasi berapapun mereka tetap saja dikenal sebagai negara yang berhasil.
Bapak, pernah ada temanku yang tidak hanya satu orang, lebih pak. Dan tidak hanya sekali juga lebih. Mereka mempertanyakan “ Apa sih sebenarnya kegunaan Fisika dalam kehidupan sehari-hari? atau “ Kimia itu dalam kehidupan sehari-hari buat apa ya? Tidak hanya 2 pertanyaan  seperti itu, banyak. Tapi mirip-mirip lah Pa k.
            Dari pertanyaan mereka, rasanya selama belajar dari TK sampai SMA sekarang, tidak mereka tidak dapatkan apa yang mereka inginkan. Mereka ingin pelajaran yang berguna bagi hidupnya sehari-hari dan untuk pergaulan di masyarakat, begitu juga dengan aku pak.
          Bukannya kami mengatakan pelajaran itu tidak penting, tidak sama sekali pak. Malah jika pelajaran-pelajaran itu dihapuskan akan terjadi demo dimana-mana oleh para pelajar penggilanya, dan mungkin juga aku.
      Tapi, aku juga menyadari satu hal pak. Kami butuh ajaran moral yang membuat kami dapat berkontribusi besar di masyarakat, bukan hanya teori. Yang aku sendiri tak bisa jamin, mungkin satu minggu, satu bulan atau tidak cukup satu tahun aku sudah akan lupa.
            Kejujuran, tanggung jawab, disiplin dan nilai-nilai luhur lainnya kami haus akan itu lho pak. Seingatku hanya saat SD saya diperkenalkan itu semua.  Sudah lupa lah pasti. Bapak mungkin akan berkata kalian selalu saja pakai alasan lupa. Tapi memang, terlalu banyak pak yang harus kami pikirkan, terutama materi pelajaran yang terus saja selalu dihapal dan dihapal.
            Jadi, tentu tak salah pak. Bila hanya orang-orang pintar, cerdas atau bagaimanapun mereka menyebutnya terus-menerus diproduksi di negeri ini. Namun tetap saja kasus-kasus kriminal juga ikut terproduksi. Karena yang kita atau lebih tepatnya yang mereka produksi hanyalah robot-robot cerdas ahli kriminal, bukan pemimpin masa depan.
Bapak!
            Apa mungkin saya dan teman-teman disini juga akan menjadi salah satu robot itu? Kalau iya, saya lebih memilih untuk men jadi orang dungu saja  selamanya, aku menolak cerdas pak.
Dan tentang kasus kriminal sebenarnya aku tidak banyak tahu sih pak. hanya definisi dangkal saja yang aku dapat selama 10 tahun menghapal segala macam pelajaran yang kini tak karuan. Jadi, kalau bapak memang memutuskan datang ke sekolahku. Tolong bapak juga jelaskan apa sebenarnya yang membuat ka sus kriminal itu banyak? Atau apakah memang setiap manusia diciptakan untuk menjadi seorang kriminal? Jadi bapak juga dan aku juga?
          Kalau begitu, kita semua pantas dipenjara pak? Kalau bagi para pejabat-pejabat seperti teman bapak mungkin tak akan terlalu khawatir, kan katanya hukum dapat dibeli. Mungkin tak akan terlalu mahal bagi orang-orang seperti bapak. Tinggal “mentraktir” hakim dan kawan-kawannya saja.
      Kontras dengan para “rakyat jelata” jangankan mentraktir hakim, untuk makan saja tidak ada. Baru-baru ini aku juga tertarik pada beberapa kasus tidak biasa. Aku tidak habis pikir mengapa mencuri pisang dituntut 7 tahun penjara, atau mencuri sandal jepit 5 tahun penjara. Sedangkan korupsi hanya diganjar 1,5 tahun? Memangnya pisang atau sandal jepit lebih berharga dibanding negaradan embel-embelnya pak?             
Aku akui memang pada saat itu bapak belum menjadi ketua KPK. Tapi, tentu bapak banyak mengerti tentang kasus diatas kan pak? aku juga punya pandangan yang sangat sederhana bahwa itu hanya karena para koruptor dan para penegak hukum “bersahabat” berlandaskan materi.
           Dan karena para penegak hukum sahabat yang baik tentu tak akan tega melihat sahabatnya menggigil oleh dinginnya penjara, sahabat sejati ya pak? Tapi matrealistis.
             Bapak tahu matrealistis kan? Kata orang matrealistis itu penting pak. Jadi kalau begitu, lagi-lagi para sahabat yang punya sahabat itu tidak bersalah? Pantas saja selalu dilepas. Lantas di masa depan, saya juga harus memilih menjadi koruptor saja menjadi salah satu bagian dari orang matre itu?
            Berarti orang-orang seperti Bapak tak lagi diperlukan. Padahal sebelumnya, aku sangat mengagumi orang-orang seperti Bapak. Bahkan cita-cita untuk menjadi seorang ketua KPK terus aku dengungkan dulu pada teman sejawat. Sekarang pun masih ada, sedikit. Tak sebesar rasa kecewaku pada orang-orang yang kukira baik pada neg eri ini.
            Bapak, karena dasar itu tolong selamatkan setidaknya aku dan teman-temanku yang berada di kabupaten kecil ini! Datanglah ke sekolah kami, buat kami kembali ingat dan kembali menjadi putra/putri negeri yang bangga akan negerinya sendiri.
            Salam kerinduan Patriotisme, pak.  
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang tenggelam dalam tanya

Atifatul Qalbi Kadir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar