Aku,
Bayi itu dan Mahkluk Penjagaku-nya
Dia terus saja
membuatku terkejut dalam keterkejutan yang luar biasa. Bagaimana bisa dia
menyuruh kami untuk menjadi bayi berumur 3 tahun saat kami sudah sangat lama
melampaui masa itu? Menyuruh kami diam, merekam
dan turut akan takdir yang akan terjadi nanti. Kemudian ia memulai
pembicarannya tentang sesosok mahkluk penjaganya yang katanya sangat luar biasa.
Tapi, anehnya kami juga hanya selalu duduk dalam tenang dan sangat tenang saat
mendengar ocehannya yang mungkin bagi sebagian penyaksi itu hanya sebuah
bualan.
Dia menceritakan segala
kisahnya tanpa rahasia. Seakan kami adalah teman dekatnya yang siap mendengar
segala curhatnya. Dia memulai dengan bernostalgia hingga 20 tahun sebelum ia
bertatap muka dengan bayi-bayi lucu ini, sebuah perjalanan kaya akan spiritual
yang sangat indah. Aku terus
terkagum-kagum membayangkan diri juga turut menjadi saksi langsung bukan bisu.
Asal kau tahu dia
menceritakan kisahnya dengan seribu ekspresi yang terus saja membuat kami bisa
merasakan aliran darah yang membuncah mengiringi kami dalam kisahnya. Ahh
rupanya ia berhasil membuat kisah itu menarik. Dan jika kau juga ingin
mendengar kisah itu, maka kau beruntung karena hari ini aku sedang bermurah
hati. Jadi, dengarkan baik-baik karena aku akan menceritakan kisahnya sebagai
kisahku hanya untukmu.
Mahkluk penjagaku atau
-nya itu terlahir 20 tahun dari sekarang dan hidup awet tanpa boraks ataupun formalin, mahkluk itu lebih
tua dariku tapi tidak dengannya. Mahkluk itu aku sendiri pun tak tahu bagaimana
wujudnya. Tapi, satu hal yang paling jelas aku merasakannya tiap waktu, aku
merasakan sinarnya yang menandingi
mentari. Itu katanya, sampai disini kau mengerti? Kalau tidak ya sudah, memang
aku bukan pencerita yang baik. Jadi, kau yang harus menjadi peendengar yang
baik karena aku akan terus melanjutkannya. Jadi tetaplah duduk dan diam.
Aku ingat saat kuliah
dulu, Astaghfirullah ujian silih
berganti datang padaku, bukan ujian meja ataupun ujian skripsi yang sama sekali
tak akan membuatku pusing. Tapi, ujian takwa yang betul-betul berpotensi
menggoyahku dalam kedudukan imanku.
Coba kau bayangkan!
Seorang gadis datang ke kamarku dan berkata dengan lembut dan memuakkannya
bahwa aku bisa melakukan apa saja padanya, dan seperti yang bisa kau tebak jika
aku sedikit saja menyentuhnya, maka kuliahku akan cukup saampai disitu dan
kembali ke kedua orang tuaku dengan muka tebal karena malu. Tapi, mahkluk
penjagaku itu terlalu tangguh bagi gadis yang mungkin imannya sudah tak melekat
karena melayang ataupun jika ada mungkin hanya tinggal ampasnya.
Hanya ampas imannya itulah yang membuatnya
tidak ikut turut ke jalan atau ke tempat-tempat bagi gadis sepertinya. Dan
setelah kisah itu, jangan harap semuanya berakhir karena jika hanya seperti
itu, kau akan cepat melupakannya dan aku benci itu, maka tetaplah ditempatmu!
Karena aku membuatmu semakin kagum pada mahkluk penjagaku dan –nya.
Dalam kondisi iman yang
kuharap masih sama teguhnya, lagi-lagi mahkluk penjagaku itu diberi job untuk membelaku dalam perang melawan
caci plus maki yang mungkin sama
sekali tidak diinginkan oleh siapapun. Tapi, aku mencintai caci dan menyayangi
maki. Teman-temanku atau lebih tepatnya orang yang menganggapku teman berkata
dengan tegas bahwa mengirup atau setidaknya mencicipi beberapa puntung surga
hidup adalah hal wajib tiap pria macho.
Dan kau tahu, aku sangat jauh dari itu. Dan disitulah mahkluk itu bekerja
untukku, menyingkirkannya jauh dan terhempas tak pernah tahu kembali.
Lama-kelamaan aku juga
tidak suka dengann mahkluk itu, membuatku tidak mandiri saja, membuatku terlalu
kuat dalam lemah karenanya. Apakah kuhentikan saja salat tahajud, dhuha, bacaan
al-qur’an atau dzikir-dzikirku itu agar dia segera punah dan menyusul
dinasourus saja sana. Tapi, tunggu dulu. Apakah aku sudah terlalu kuat untuk
melawan mahkluk-mahkluk halus itu, ya jelas. Tapi, rasanya aku malah terlalu
lemah melawan semesta dan membuatnya terpaku kareena kilauku tanpanya.
Haa...menjengkelkan.
Kenapa dia terus saja
mengikutiku? Bahkan ke ajang guru paling bergengsi dari sabang sampai merauke yang
membuatku atau –nya mampu berjabat
tangan dengan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, sorang tokoh hebat yang mungkin
juga adalah itu. Sangat menyenangkan.
Namun kau tahu? ia
turut hadir dalam perhelatan itu, sangat kurang ajar dan meresahkan dan untuk
kau, sangat tolol. Bagaiman bisa kau
baru saja menebak aku adalah seorang guru yang seharusnya sejak dari awal kau
sudah mengetahuinya. Tapi, sudahlah itu tidak penting dan terlalu biasa untuk
kuceritakan untukmu. Karena ada sangat
banyak guru di bentang negeri ini, dan aku hanya salah satunya.
Hal yang lebih penting sekarang
adalah mahkluk itu. Dan ingatlah kau tidak boleh jenuh mendengarnya karena
kisah ini memang tentangnya, sama sekali bukan tentangku dialah pemeran
utamanya. Dan suka tidak suka aku akan melanjutkannya.
Dalam acara itu
malangnya ia malah sempat-sempatnya merasukiku dan membuang semua musuh-musuh
yang ada di sekitarku saat itu, akibatnya akulah pemenangnya.. Ahh aku benci
kemenangan ini kalau memang penyebabnya adalah dia. Dan yang paling penting kau
tahu sekarang, jika kau memberi pilihan untukku menang atau kalah, jelas aku
akan memilih untuk kalah saja, karena aku benci menang. Kemenangan hanya akan
mengantarkanku sampai ke langit bertemu bidadari sesaat lalu kembali ke bumi
dan tidak siap akan keadaan selanjutnya dan harus memulai dari awal lagi
layaknya para peengecut.
Dan sekarang jelas aku
adalah sang pencinta kalah, karena kalah akan terus membuatku tetap berpijak di
bumi dengan pijakan yang terus-menerus menguat dan aku tidak akan terkejut
dengan kondisi selanjutnya dan tak pula harus memulai dari awal lagi, aku
hanya tinggal memperbaiki dan menata
duniaku disini.
Namun dunia ”ku” yang
kumaksud bukanlah milikku sendiri. Karena kini hidupku dikuasai oleh dua
bayang. Bayangku dan bayangnya. Padahal seingatku tak pernah kuberi ia hak
sedikitpun. Dan kau tahu, hingga pertemuanku dengan orang-orang hebat
selanjutnya seperti Bapak Jokowi ataupun Anis Baswedan dan telah membawaku berbicara
di hadapan orang banyak. Itu karenanya, dialah yang telah menjadi perantara
atau lebih tepatnya telah menjadi bagian marketing
hidupku. Dan sebenarnya kalau boleh aku jujur dan mengungkap sedikit hal baik
tentangnya, ia adalah seorang marketer yang
baik. Ia telah membawa laptop, pundi-pundi uang ataupun popularitas yang telah
membuatku dimintai tanda tangan, foto bersama, nomor handphone ataupun hal lain
layaknya artis hollywood regional.
Sedikit menguntungkan
bukan? Kalau begitu menurutmu haruskah kupertahankan? Sudahlah tidak usah kau
jawab! Toh aku juga tak akan mendengarmu, aku akan memikirknnya sendiri sambil
membentangkan sajadah lucuku menghadapnya dengan tenang dan hening. Jadi, tak
perlu repot-repot. Bodoh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar