Pinrang, 15 Februari 2015
Yth. Mantan pengagum Bumi
di Bumiku tercinta bukan lagi kau
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam hangat bumi!
Masih ingatkah kau tetang diriku? Seorang
gadis 15 tahun yang akan selalu menjadi kenangan buruk bagimu. Jika kau tak
ingat maukah kau sejenak membaca potongan demi potongan kisahku sebagai mantan kisahmu
dalam surat ini?
Bacalah hingga akhir dan kau akan ingat
kembali!
Ternyata
memang aku akan menciptakan kau sebagai penerima takdir masa depanku. Aku
mengenalmu sangat baik dan bahkan tahu keinginan anehmu yang ingin menjadi orang
pertama yang diusir dari bumi. Aneh yang akan terus berhasil membuatku bertanya
kenapa dan mengapa? Tapi akan kau jawab “Jangan terburu- buru untuk ingin tahu jika kau masih tergolong sebagai
bagian dari mereka, pengagum bumi.”
Bacalah! Ini tentang kau atau aku
Para
pengagum bumi. Begitulah kau akan terus menyebutku dan mereka. Kau yang berumur
45 tahun akan sangat membenci aku dan mereka yang katanya sangat mencintai bumi
namun tak kunjung berbukti hingga si bumi menjadi setua renta sekarang. Padahal
mulai dari buyutku atau buyutmu serta mereka menumpang hidup di rusuk bumi ini bersama
cucu- cucunya, kau atau aku. Dan tradisi mengagumi bumi pun sudah menjadi
keharusan.
Tapi, tegas kau terus berkata kalau itu cukup untuk
buyut- nenek dan orangtuakau saja. Karena kau ingin menciptakan kisahmu menjadi
hari bersejarah bumi dimana akan kaupastikan maknalah yang akan banyak berbicara
melalui beberapa kalimat dihadapanku.Yang tak akan segan membunuh juga mengoyak
imanku dan mereka tentang bentang alam yang katanya sangat bermanfaat bagi
seluruh ummat ini. Padahal sayangnya menurutmu buatmu tak ada sama sekali.
Atau
apakah memang manfaat yang aku dan mereka maksud memanglah hanya untuk orang
tertentu saja? Kalau begitu masih pantaskah disebut keadilan? Kau juga selalu
mengumandangkan itu. Tapi, aku tak terlalu khawatir karena sudah lama kau menerima
itu. Sepertinya jauh sebelum kau mengenal senang ataupun sedih yang kini telah
mati rasa. Namun akan hidup kembali setelah kau berada pada dimensi bebas
impianmu sendiri.
Bacalah
terus! Ini tentang impianmu
Karena
aku tahu, kau akan menjadi berbeda dan kau menikmati itu. Kau menyukai berada
di dimensi ruang dan waktu yang berbeda dengan orang lain, berbeda denganku.
Dimensimu sendiri dimana kau tak diharuskan bungkam saat kau ingin berbicara atau
malah sebaliknya.
Bacalah!
ini juga kesayanganmu
Dimensi
dimana tak banyak protes, tak banyak demo atau tawuran. Karena katamu kau mampu
memenuhi semua keinginan masyarakatmu. Kau sangat yakin itu. Bahkan desis-
desis
bahwa semua keinginan tak bisa terpenuhi kau katakan sebagai tameng keselamatan
karena sebenarnya sangat mudah.
Kau
hanya tinggal membiarkan mereka melakukan hal yang menurut mereka benar. Dan kau
yakin mereka akan kepayahan dan akan berbalik menerima segala kebijakanmu yang sudah
kausembunyikan. Tapi, yang akan lebih fantastis lagi mereka akan menerimanya
secara sukarela. Terlihat dan terdengar sangat mudah dan kau katakan itu baru
ide pertamamu. Bagaimana dengan yang lain?
Kau
kembali memberitahuku satu hal lagi tentang dimensimu bahwa disana aku tak
perlu membayar pajak dan tak harus lelah berharap pada orang- orang yang
disebut sebagai wakil. Karena tak akan
ada. Kau selalu yakin mereka hanya akan menciptakan gudang kemewahan mereka
sendiri.
Dan
untuk pajak , kau akan mendengungkan untuk tidak khawatir. Karena infrastruktur
di dimensimu akan tetap ada. Malah kau yakin akan jauh lebih lengkap. Karena
tak akan ada tikus- tikus yang memakan uangku dan yang lainnya seenaknya. Dan
seluruh perlengkapan negara akan kami hadirkan karena kebutuhan kami sendiri. Aku
akui luar biasa juga analisismu di usia produktifmu.
Dan
kau berjanji membuktikan apa yang telah kaukatakan dengan jelas. Tentunya dengan
keberadaanmu berdiri di sebuah gedung
putih kebanggaan dunia nantinya dan dengan perkasa dan tangan mengepal selalu yakin
akan takdir dan apa yang akan kaulakukan disana.
Namun
sebelum kami tahu rahasia dimensimu lebih lanjut yang tak lama lagi juga akan
disebut rahasia. Kau sudah lebih sigap
untuk tahu bahwa disebelah kanan pintu yang akan kau lalui tersebut ada jutaan
kantong plastik bahan pokok seadanya yang di sebelahnya lagi ada pakaian-pakaian
yang ‘katanya’ ingin disumbangkan belum lagi uang-uang berlapis kertas putih bertuliskan
pesan kematian kebebasan. “Itu kah yang sepatutnya kau banggakan?” Selalu itu
kesalmu dalam hati bahkan hingga hari itu nanti.
Setelah
cukup yakin akan situasinya. Hentakkan kakimu akan nyaring ditelingaku. Namun
tak akan dapat kau sembunyikan bahwa walau pada detik- detik terakhirmu tinggal
di bumi bibir kaku yang menjadi kebiasaanmu sepertinya turut terjaga hingga
usiamu yang ke- 45 tahun.
Tapi,
tetap kau mulai dengan kalimat yang dapat membuat semua orang menoleh kepadamu.
“ Aku benci bumi ini. ” Kalimat itu sudah pasti dapat mengoyak hati kami dan menenggelamkan
dalam hening. Tapi, tak akan kau biarkan terlalu lama karena akan kausingkap tabir
itu secepatnya. Karena aku tahu kau tak suka rasa penasaran. Rasa yang dibuat
sendiri dan menyakiti diri sendiri.
Kau
jelaskan sedikit demi sedikit untuk sakit yang juga akan terasa demikian hingga
kami akan sakit terlalu dalam karena pertentangan akal dan batin kami yang tak
kunjung ingin berbaikan. Mungkin kami tak akan langsung membenci bumi ini.
Tapi, kau membuat kami akan langsung terpesona dengan dimensimu.
Kau
sepertinya sudah memprediksi ekspresiku nanti, layaknya ekspresi seorang
detektif yang haus akan situasi selanjutnya. Memang apa lagi selanjutnya? Kau hanya akan sedikit membual tentang kerusakan
bumi yang sebenarnya tak bisa ditolerir tapi kami terlalu mensahkannya saja.
Bacalah!
Ini tentang aku dan kesayanganku
Disana
nanti, kau ingatkan kami bahwa selama ini kebakaran hutan kami anggap hal
lumrah yang tidak usah dirisaukan. Toh nanti juga ada yang urus. Banjir sering
kami anggap wahana permainan belum lagi tanah longsor yang selalu kami anggap
mengasyikkan. Sungguh dramatis sekali hidup kami ini.
Setelah
itu tak akan terlalu banyak penjelasan yang kami terima, akan lebih banyak
pertanyaan yang terlontar bahkan sebelum kami berpikir menjawabnya. Kau juga membuat
kami berputar dalam risau kami. Walau sebenarnya tak sedikitpun kau membahas
tentang kehancuran bumi ini. Tapi, sudah lebih dari cukup untuk membuatku membeku
dalam diam walau akhirnya kau bantu mencairkannya dengan “ Maukah kau menjadi
yang kedua, ketiga atau keempat setelahku?”
Kau
betul- betul telah mengacaukanku. Dan akan kau tahu jawabanku saat kita
dipertemukan pada ruang dan waktu yang sama
Salam
mimpi besarmu!
Wassalaamu
alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Yang mengkelamkan masa lalumu
Atifatul Qalbi
Kadir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar